Minggu, 20 September 2015

GADIS ITU BERNAMA SEY

Ibarat kayu sudah menjadi arang. Arangnya berubah abu, abunya terbang jauh, jauh ke barat dan hilang dilamun embun pagi di semenanjung antah berantah. Seperti abu yang terbuang jauh, begitu pun dengan Sey. Hidupnya sepi semenjak ditinggal kekasihnya. Ia beranggapan bahwa dunia ini begitu kejam kepada dirinya sendiri.

Tiap malam Sey tak bisa tidur. Bekali-kali ia coba mencari posisi yang pas untuk berbaring namun semunya serba salah. Miring kiri tak enak, miring kanan sakit badan, terlungkup sesak nafas, terlentang ia malu kepada bulan karena Sey menyangka bulan seolah sedang menertawakannya. Sehingga Sey, gadis manis itu kian merana. Merana karena cinta.

Barangkali begitu berat beban hidup yang ia rasakan. Waktu lima tahun menjalin ikatan sepasang kekasih bukanlah hal yang sebentar. Sudah beribu-ribu kisah tercipta dalam rentang waktu. Sudah bermacam-macam suka dan duka. Manis dan pahit sudah ia cicipi semua.

Dulu ia pernah bertemu dengan seorang lelaki, ia berasal dari negeri surga, katanya. Selang waktu berjalan Sey akrab berteman dengan Boy. Meskipun mereka baru saling mengenal namun pertemanan mereka seperti dua insan yang sudah lama saling memahami. Mereka pun tak sungkan pergi main bersama. Jalan bersama, dan tertawa, menangis, bersedih bersama pula.

"Sey, kamu tahu di dunia ini kita harus memilih?" ujar Boy sambil memandang wajah Sey

"Bagaimana maksudmu?"

"Kalau aku tanya kamu pilih bahagia atau bersedih?"

"Ya, tentu pilih bahagia, Memangnya kenapa toh?" 

"Hanya tanya saja, ternyata kamu masih ingin bahagia. Carilah bahagia itu!"

Begitu percakapan terakhir Boy dan Sey di sebuah taman. Lalu mereka berpisah di sana, tak pernah berjumpa lagi. 


Udah sampai sini aja dulu, sedang banyak kerjaan..!!!
Beck to continue...





0 komentar:

Posting Komentar